AGNI P.O.V
“Agni! Kemari nak! Mari kita makan malam!” teriak ibuku dari dapur.
“Iya bu” jawabku. Akupun meletakkan kertas-kertas yg sedari tadi kupegang. Aku berjalan perlahan menuju ruang makan.
“Bagaimana keadaanmu nak? Apakah rasa sakit dikepala kamu sudah berkurang?” Tanya Ibu saat akan makan malam. Aku menggeleng pelan. Masih saja kurasakan sakit dikepalaku. Pusing berat. Itu yang kurasakan.
“Hmh, sebaiknya besok kita pergi ke rumah sakit saja” “Ibu sudah tak sanggup melihatmu kesakitan nak” lanjut Ibu. Aku hanya mengangguk pasrah.
Sebenarnya, aku ini sakit apa? Kenapa aku tak seperti dulu? Aku bukanlah Agni yang kuat lagi. Bukan Agni yang keras kepala dan bukan Agni yang banyak bicara. Okay, namaku Agni Nubuwati. Dulu, aku adalah remaja periang, tomboy, dan banyak bicara. Namun sekarang? Aku hanya menjadi remaja pendiam yang menghabiskan waktunya di taman untuk menyendiri saat membuat puisi, novel ataupun melukis. Lukisanku memang dapat dibilang indah. Puisiku juga bagus. Banyak sudah puisi maupun lukisanku yang diterbitkan melalui media massa ataupun dipajang pada museum seni di beberapa daerah. Beberapa novelku juga sudah tak asing lagi di kalangan remaja Indonesia. Senang itulah yang terlukis di benakku. Namun karena penyakit ini, kesenangan itu mulai runtuh. Aku tak punya lagi semangat hidup untuk terus berkarya.
***
Keesokan harinya aku dan ibuku pergi ke rumah sakit… Jujur saja aku takut dengan rumah sakit. Rumah sakit ini tempat terakhirku bertemu dengan ayahku. Ayahku meninggal karena kanker otak yang dideritanya. Aku takut aku akan bernasib sama seperti ayahku. Aku menoleh pada ibuku. “Bu, Agni takut” keluhku.
“Sayang, ibu yakin Agni nggak kenapa-kenapa” ucap ibu lembut.
Sesaat kemudian…
“Bagaimana keadaan anak saya dok?” Tanya ibu Agni.
“Anak anda terkena kanker otak stadium akhir” ucap dokter tsb.
“DEG!” jantungku berpacu cepat. Keringat dingin sudah mulai bercucuran di pelipisku. ‘Kanker otak stadium… akhir?’ kataku dalam hati.
Aku berlari meninggalkan ruang praktek dokter itu dan keluar dari area rumah sakit. “kenapa dengan diriku ini? Apakah aku sudah tak layak untuk hidup?” gumamku sambil duduk di bangku sebuah taman.
“jangan berbicara seperti itu. hidup dan mati itu rahasia Tuhan.” tegur seorang lelaki yg tengah duduk dibangku sebelahku sambil menatap lurus ke depan. Rupanya dia mendengar gumamanku.
“umurku sudah pendek mungkin tinggal beberapa hari lagi?” ujarku lemas sambil terus menumpahkan air mata.
Kulihat lelaki itu meraba-raba sekitarnya, ia mengambil tongkatnya kemudian berdiri dan berjalan ke arahku. Lelaki itupun duduk dibangkuku.
“buatlah hari-hari yg kamu pikir adalah hari terakhirmu menjadi hari-hari terindah semasa hidupmu. Jangan menyerah untuk mengahadapi semua tantangan dunia. Akupun juga begitu. Walaupun indahnya dunia tak dapat kulihat. Tapi setidaknya aku bisa merasakan indahnya dunia lewat sini.” Kata lelaki itu sambil memegang dadanya.
“kamu…”
“ya aku buta. Namun hal ini tak akan menjadikanku untuk menjadi seorang pria lemah yg hanya bisa terdiam di kamar tanpa memiliki semangat untuk hidup. Dulu aku juga sepertimu…” “namun orang tuaku berkata bahwa hidup adalah anugrah Tuhan yg hanya sekali kita rasakan. Sedih senang susah itu kita rasakan saat kita hidup di dunia. Perasaan saling mencintai juga kita rasakan di dunia. Mungkin sangat konyol jika aku bercerita tentang cinta. Mana ada orang yg cinta padaku? Hahaha” lanjutnya sambil tertawa perih.
“cinta itu ketulusan saling menyayangi dan ingin saling melengkapi. Cinta nggak akan kandas karna kekurangan. Aku yakin pasti ada orang yg mencintai kamu.” Jelasku pada lelaki itu.
“oh iya namamu siapa?” tanyaku pada lelaki itu.
“aku Cakka. Cakka Kawekas Nuraga. Kamu?”
“aku Agni Tri Nubuwati. Kamu bisa memanggilku Agni” ujarku pelan. Perlahan wajah Cakka menoleh ke arahku, walau tatapan matanya masih tetap lurus ke depan. Wajah tampannya terlihat sangat manis saat ia tersenyum. Namun, dari guratan wajahnya terlihat bahwa ia sedang kesepian. Butuh teman, sahabat, dan cinta. Mata beningnya seakan berkilau bak permata. Matanya memang buta, namun hatinya tetap menyala. Kurasa aku mulai kagum oleh sosok Cakka ini.
“maukah kamu menjadi sahabatku?” tanyanya membuyarkan lamunanku.
“Aku mau menjadi sahabatmu. Aku janji setiap harinya aku akan pergi kesini untuk menemui dan menemani kamu” jawabku.
“terimakasih Agni. Satu lagi, aku harap kamu mau menjalani hari-harimu dengan semangat hidup yg tinggi tanpa terasa terbebani oleh kekurangan yg kamu miliki.” Ujar Cakka padaku.
“iya aku akan mencoba” jawabku. “dimana rumahmu?” “bolehkah aku mengantarmu pulang?” tawarku.
“tidak. Terimakasih, sebaiknya kamu pergi menemui ibumu. Beliau pasti cemas karna kamu pergi sambil menangis tadi.” Tolak Cakka.
“emm… iya, aku akan menemui Ibuku. Terimakasih Cakka. aku pergi dulu ya” aku beranjak dari dudukku. Berdiri dan berjalan perlahan. Namun sesaat aku berhenti, dan berkata pada Cakka “aku bakal balik ke sini lagi besok” ucapku kemudian kembali berjalan ke rumah sakit.
***
CAKKA P.O.V
Aku telah bertemu seorang bidadari. Saat itu dia menangis dan mengeluh karna hidupnya tak lagi lama. Dia telah putus asa untuk melanjutkan sisa perjalanan hidupnya di dunia, dia kehilangan semangat hidup. Aku hanya tersenyum mengingat kejadian tempo hari saat aku pertama kali bertemu dengan bidadari itu. Walau aku buta tapi aku bisa merasakan hangatnya persahabatanku dengan bidadari itu. Ya, bidadari itu adalah Agni. Dia yg menemaniku setiap hari di taman. Suaranya, tawa renyahnya, candaannya, yang setiap hari menemaniku saat aku sedang kesepian. Lucu atau tidak ya? Kalau aku tiba-tiba merasa ada rasa yg bergejolak saat aku sedang bersama bidadariku, Agni. Mungkin kalian biasa menyebutnya dengan CINTA. Aneh memang kalau aku berbicara soal cinta. Tapi, Agni sendiri berkata padaku bahwa suatu saat pasti ada orang yg mencintaiku dengan tulus dan mau menerima segala kekuranganku, aku hanya berharap kalau saja orang yg mencintaiku dg tulus itu adalah Agni.
Yaah hari ini adalah hari dimana aku akan bertemu Agni untuk kesekian kalinya. Aku menunggunya di taman dekat rumah sakit tempat ia biasa chemotherapy. Sudah sekitar 1 jam aku menantinya. Namun ia tak kunjung datang. Aku memutuskan untuk menemuinya di rumah sakit.
Aku telah sampai didepan sebuah kamar tempat Agni dirawat. Salah satu perawat berbaik hati menuntun dan mengantarkanku pada Agni. Aku mendengar suara seorang lelaki didalam kamar rawat Agni.
“Agni. Istirahat yg banyak ya sama rajin kemo, biar keadaan Agni jadi lebih baik” ujar lelaki itu.
“iya ko. Agni bakal lebih rajin kemo sama istirahat yg banyak. Koko Alvin mau pulang ya?” tanya Agni pada lelaki bernama Alvin itu.
“iya Ag. Agni istirahat ya” “CUP”
“iih koko Alvin genit ah! Masa seenak jidat nyium kening Agni” kata Agni. Apa? Lelaki itu mencium Agni? Apa dia kekasih Agni? Mungkin iya…
“daa Agni” pamit lelaki itu. dia berjalan kearahku dan berhenti tepat disampingku.
“jangan harap kamu bisa dapetin Agni CACAT” bisik Alvin tepat ditelingaku. Aku hanya tersenyum perih, nyaliku menciut seketika saat mendengar kata ‘CACAT’ yg dikatakan langsung oleh Alvin. Memang benar aku cacat. Aku BUTA. Aku nggak sesempurna Alvin. Mungkin banyak yang bilang kalau aku tampan dan senyumku manis, namun setelah itu mereka bilang “tapi sayang, dia BUTA”. Tapi, aku nggak boleh patah semangat! Aku kan yg bilang pada Agni kalau harus menjalani hari-hari dengan semangat hidup tinggi? Masa iya aku termakan ucapanku sendiri? Aku harus tetap semangat!
Aku berjalan menjauhi kamar Agni. Namun sesaat aku mendengar Agni memanggilku. “Cakka!” panggilnya. Akupun berhenti dan berbalik. Akupun berjalan mendekati bangsal Agni
“maafkan Agni ya” ucapnya.
“maaf kenapa?”
“Agni udah bikin Cakka nunggu lama. Sebenarnya tadi Agni mau pergi ke taman lagi, tapi Agni dicegah sama Alvin. Maaf ya Kka” kata Agni.
“hh… tak perlu meminta maaf. Bolehkah aku tau, Alvin itu… siapa?”
“oh Alvin? Alvin itu sahabat Agni sejak kecil. Memangnya ada masalah ya?” tanya Agni
“nggak kok… nggak ada masalah” ujarku sambil mencoba tersenyum.
“oh ya! 2 hari lagi kan hari valentine… Agni baru inget” kata Agni.
“emangnya Agni tau hari valentine itu hari apa?” tanyaku. Jujur aku belum mengerti makna dari hari valentine.
“masa Cakka nggak tau sih? Valentine itu hari kasih sayang” jawab Agni singkat.
“kasih sayang? Bukannya setiap harinya kita hidup juga dipenuhi kasih sayang? Berarti, kasih sayang itu Cuma saat valentine aja ya?”
“setahuku sih… kalo hari valentine itu lebih spesial. kita bisa saling bertukar coklat atau kadang seorang cowok memberi bunga mawar pada ceweknya. Itu yg Agni tau” jelas Agni.
“Agni suka coklat?” tanyaku perlahan.
“iya. Aku suka banget sama coklat. Tapi, sayangnya aku lagi sakit. Jadi nggak boleh makan sembarangan” kata Agni.
“hh… sudahlah tak apa. bukankah hari kasih sayang tidak harus dengan coklat? Kasih sayang itu nggak hanya sebatas manisnya coklat, Agni. Tapi dengan setulus hati” ucapku menasehati Agni.
“hmh… kamu bener Kka… cinta nggak hanya sebatas manis coklat. Tapi aku rasa cinta lebiih manis dari coklat” kata Agni kemudian. Aku Cuma tersenyum menanggapinya.
“eh iya Kka… karena sekarang Agni nggak boleh keluar dari kamar jadi maaf ya Agni nggak bisa nemenin Cakka di taman” ujar Agni.
“tenang saja. Sekarang Cakka yg bakal nemenin Agni.” Jawabku.
“makasih ya Kka” kata Agni.
***
2 hari kemudian…
AGNI P.O.V
Hari ini… adalah hari valentine. Mungkin aku akan berharap mendapatkan setangkai bunga mawar dari orang yg kusayang saja. Karena aku nggak mungkin diperbolehkan makan coklat. Aku masih menela’ah kata-kata Cakka, kasih sayang itu nggak hanya sebatas manisnya coklat. Aku menerawang ke arah jendela. Hemm… sungguh bahagia mereka, dipenuhi dengan kesempurnaan tanpa halangan dari suatu penyakit yg bersarang ditubuh mereka. Tidak seperti aku. Kata dokter, umurku sudah tak lama lagi. Tapi aku ingat kata-kata Cakka, aku harus tetap bersemangat dalam menjalani hidup!
Sekarang sudah jam 9 lewat. Tak biasanya Cakka terlambat menjengukku. Aku rasa aku tidak hanya kagum pada sosok Cakka. tapi, aku juga mencintainya. Cakka adalah sebagian dari semangat hidupku. Dia selalu menyemangatiku dengan kata-kata bijaknya. Dengan begitu aku merasa hidup 1000 tahun lagi.
Setelah aku menunggu sekitar 1 jam. Dan itu membuatku bosan, akhirnya aku memutuskan untuk menonton TV. Dan saat aku tekan suatu channel berita, aku terdiam membisu.
“selamat pagi pemirsa, sekarang saya sedang berada di tempat kejadian terjadinya tabrak lari di wilayah Jakarta selatan. Menurut saksi mata, kejadian tabrak lari ini dialami oleh seorang pemuda tuna netra yg tengah menyebrang jalan setelah membeli setangkai bunga mawar putih di seberang jalan kemudian dari arah utara sebuah mobil berplat nomor B 4 ALV melaju dengan kecepatan diatas rata-rata dan akhirnya menabrak korban tersebut. Beberapa saat setelah kejadian tersebut korban dinyatakan tewas ditempat. Dan ditemukan sebuah identitas diri yg diduga korban bernama Cakka Nuraga oleh warga setempat. Dari wilayah Jakarta Selatan Nova Sinaga melaporkan” kata reporter berita tersebut. Seketika air mataku tumpah. Begitu cepatkah Cakka meninggalkanku?
Aku berdiri dan berlari keluar dari kamarku. Aku tak peduli beberapa suster yg berteriak memanggilku. Walau masih dengan pakaian rumah sakit dan keadaan lemah, aku tetap berlari keluar dari RS. Aku segera memanggil taksi dan menuju ke tempat kejadian ‘tabrak lari’ Cakka.
Setelah sampai di tempat kejadian. Aku menemukan jasad Cakka yg masih tergeletak dengan tangan yg menggenggam setangkai mawar yg tadinya putih menjadi merah akibat terkena darah Cakka. aku menangis sejadi-jadinya. Tuhan, secepat inikah kau mengambil semangat hidupku ini?
“Cakka… kenapa kamu pergi secepat ini? Kenapa kamu pergi ngedahuluin aku sih? Seharusnya aku duluan yg pergi, bukan kamu. Kamu masih berhak hidup. Kalau kamu pergi, aku juga bakalan pergi. Aku baru menyadari kalau aku nggak hanya kagum sama kamu, tapi aku cinta sama kamu Kka. Kalau kamu pergi, aku sudah nggak punya semangat hidup lagi. Aku bakal nyusul kamu Kka… tunggu aku ya Cakka sayang…” aku kemudian mengambil setangkai mawar yg ada digenggaman Cakka. aku memeluknya. Tak lama kemudian kepalaku terasa sangat sakit. Aku mengerang kesakitan. Kemudian aku merasa tak sadarkan diri.
***
Aku membuka mataku. Sesaat aku melihat cahaya putih yg menyilaukan mata. Setelah sepenuhnya sadar. Aku berjalan-jalan. Dan dengan anehnya, pakaianku yg tadinya adalah pakaian rumah sakit berubah menjadi pakaian serba putih. Aku tiba disebuah taman. Taman yg sangaaat indah. Keindahannya pun tak bisa diungkapkan dengan kata-kata. Aku melihat seseorang yg terduduk manis disebuah bangku. Aku berjalan mendekat kearahnya. Kemudian dia menoleh.
“Cakka? itukah kamu?” tanyaku perlahan. Dia tersenyum manis.
“ya Agni, ini aku Cakka Nuraga. Pemuda buta yg sangat menyayangimu” ujarnya sambil tetap tersenyum. Aku mendekat kearahnya kemudian memeluknya. Cakka membalas pelukanku.
“inikah takdir kita?” tanyaku lagi. Dia hanya tersenyum sambil terus memelukku dan membelai hangat rambutku.
***
Hidup memang penuh rahasia. Kadang senang, kadang sedih. Kadang gembira, kadang duka. Jika ingin kebahagiaan dalam hidup, setidaknya kita harus menjalaninya dengan penuh semangat. Hidup itu karunia dari Tuhan. Meski banyak tantangan yg harus dihadapi, namun dibalik itu Tuhan punya rencana tersendiri untuk kita. Mungkin nasib baik ataupun nasib buruk. Hidup itu benar-benar penuh rahasia.
*THE END*
0 komentar:
Posting Komentar